Upacara Adat Saparan Bekakak

Upacara diawali dengan penampilan tari Golek Ayun-Ayun yang ditampilkan tiga penari. Di lanjutkan fragmen tari “Prasetyaning Abdi Dalem” yang menceritakan awal mula munculnya tradisi Saparan Bekakak di wilayah Ambarketawang. Selanjutnya dilakukan penyerahan air suci “Tirto Donojati” dan Tirto Mayangsari” dan patung Bekakak kepada kepala Desa Ambarketawang oleh ketua panitia kirab budaya. Kirab pun dimulai dengan tembakan senapan ke udara oleh para prajurit Kraton. Di belakang rombongan pembawa pengantin Bekakak adalah rombongan yang membawa replika Genderuwo yang melambangkan makhluk penungguh wilayah Gunung Gamping pada jaman Sri Sultan Hamengku Buwono tinggal di Pesanggrahan Ambarketawang.

Dua pasang bekakak tersebut dikirab menuju dua lokasi yaitu Pesanggrahan Gunung Gamping serta Gunung Kliling. Di dua tempat inilah akhirnya dilakukan penyembelihan terhadap dua pasang pengantin tersebut. Darah yang keluar dari bekakak itu adalah gula merah yang berada didalam tubuh bekakak yang terbuat dari tepung berasa dan tepung ketan.

Dalam kirab budaya itu bekakak dikirab menuju dua lokasi yaitu di Gunung Gamping dan Gunung Keliling yang ada di daerah tersebut. Dua pasang Bekakak yang diwujudkan dalam bentuk pengantin pria dan wanita dan terbuat dari campuran tepung beras dan tepung ketan itu akhirnya disembelih di dua lokasi. Yaitu di Gunung Ambarketawang dan di Gunung Keliling.
Upacara adat Saparan Bekakak ini diselenggarakan diantara tanggal 10 sampai 20 bulan Sapar. Pada malam harinya terlebih dahulu dilakukan malam midodareni dengan menampilkan pertunjukan wayang kulit semalam suntuk.

0 comments:

Post a Comment