Batik Jogja, Suatu Mahakarya Seni Sejak Zaman Kerajaan

      Kota Yogyakarta selain terkenal sebagai kota pendidikan juga sangat terkenal akan nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Hal yang sangat menarik dari kota ini adalah akar budaya yang sampai saat ini masih terpelihara dengan baik. Kota Yogyakarta juga tidak lepas dari cinderamata yang sangat diminati oleh wisatawan yaitu kerajinan batik.
       Pada abad ke-15 seni batik telah mulai maju dan berkembang. Ketika itu seni batik mendapat pengaruh dari Agama Budha, Hindu, dan Islam terhadap corak batik yang ada. Batik Yogyakarta pada awalnya dibuat terbatas hanya untuk kalangan keluarga keraton saja. Setiap motif yang tergambar dalam goresan canting pada kain batik Yogyakarta adalah sarat akan makna, adalah cerita. Hal inilah yang membedakan batik Yogyakarta dengan batik dari daerah lain, yang menjaga batik Yogyakarta tetap memiliki eksklusifitas dari sebuah mahakarya seni dan budaya Indonesia.
Di Kraton Jogja, terdapat aturan yang pakem mengenai penggunaan kain batik ini. Untuk acara perkawinan, kain batik yang digunakan haruslah bermotif Sidomukti, Sidoluhur, Sidoasih, Taruntum, ataupun Grompol. Sedangkan untuk acara mitoni, kain batik yang boleh dikenakan adalah kain batik bermotif Picis Ceplok Garudo, Parang Mangkoro, atau Gringsing Mangkoro. 
      Material yang dipakai umumnya dari kain katun putih yang kemudian dilukis atau dicap sehingga memiliki berbagai motif batik yang menarik. Seiring dengan perkembangan mode, maka produk batik tidak hanya digunakan sebagai baju batik, tetapi sudah mulai dipadukan dengan berbagai tradisi lokal lainnya sehingga akhirnya muncul jenis pakaian “Kebaya” yang merupakan perpaduan dari pakaian tradisional wanita jawa dengan keindahan lukisan batik.

0 comments:

Post a Comment